Tuesday, January 3, 2012

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM TAHAP-TAHAP PEMBENTUKAN UU

Proses pembentukan UU pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu: tahap ante legislgtive, tahap legislative dan tahap post legislative[1]. Dalam tiga tahap tersebut, pada dasarnya nnasyarakat dapat berpartisipasi memberikan masukannya sesuai dengan keinginannya. Masyarakat dapat berpartisipasi pada seluruh tahapan proses pembentukan UU maupun memilih salah satu tahapan saja. Akan tetapi, bentuk partisipasi masyarakat ini berbeda – meskipun ada pula yang sama – antara satu tahapan dengan tahapan yang lain. Artinya, bentuk partisipasi masyarakat pada tahap sebelum legislatif tentu berbeda dengan bentuk partisipasi masyarakat pada tahap Iegislatif maupun tahap setelah legislative. Jadi, bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU disesuaikan dengan tahap-tahap yang tengah dilakukannya.


a.    Partisipasi masyarakat pada tahap ante legislative

Pada tahap ante legislative terdapat empat bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam proses penrbentukan UU, yaitu: i. penelitian ii. diskusi, lokakarya dan seminar, iii. pengajuan usul inisiatif; dan iv. perancangan. Secara ringkas berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU pada tahap ante legislatif ini adalah sbb:

i.              Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian
Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian ini dapat dilakukan masyarakat ketika melihat adanya suatu persoalan dalam tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang perlu diteliti dan dikaji secara mendalam dan memerlukan penyelesaian pengaturan dalam suatu UU. Penetitian ini dapat dilakukan secara mandiri maupun kerjasama dengan suatu instansi pemerintahan yang menangani bidang tersebut. Hasil dari penelitian dituangkan dalam format laporan penelitian sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam proses lebih lanjut pembentukan UU.

ii.             Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, Iokakarya dan seminar
Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar pada tahap ante legislatif ini dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian terhadap suatu obyek yang akan diatur dalam UU. Diskusi, lokakarya dan seminar ini akan memberikan sumbangan yang penting dalam pengkajian terhadap persoalan materi muatan suatu RUU karena dilakukan oleh para akademisi, pengamat, dan pakar di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu wacana yang dihasilkan dari suatu diskusi, lokakarya dan seminar akan lebih utuh dan komprehensif dalam melihat suatu persoalan yang akan dimuat dalam RUU. Jadi, diskusi, lokakarya dan seminar akan memperkaya wawasan terhadap materi yang akan dituangkan dalam RUU sehingga akan sangat membantu dalam proses penuangan dalam naskah akademik maupun RUUnya.

iii.            Partisipasi masyarakat dalam bentuk pengajuan usul inisiatif
Pengajuan usul inisiatif untuk dibuatnya suatu UU dapat dilakukan masyarakat dengan atau tanpa melalui penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar terlebih dahulu. Akan tetapi, usul inisiatif ini tentu akan lebih kuat jika didahului dengan penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar terhadap suatu masalah yang akan diatur dalam suatu UU. Pengajuan usul inisiatif dari masyarakat dapat diajukan melalui tiga jalur pilihan yaitu: Presiden DPR dan DPD (untuk RUU tertentu). Agar usul inisiatif ini dipertimbangkan dan lebih mudah diterima maka usul inisiatif masyarakat untuk dibuatnya suatu UU harus disesuaikan dengan program legislatif nasional yang telah ditentukan oleh Badan Legislasi di DPR.

iv.           Partisipasi masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu RUU
Partisipasi masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu UU dapat dilakukan masyarakat sebagai wujud partisipasi masyarakat yang terakhir dalam tahap ante legislatif. Artinya, setelah melakukan penelitian, pengusulan usul inisiatif maka pada gilirannya masyarakat dapat menuangkan hasil penelitian dalam RUU. Di dalam RUU sebaiknya didahului dengan uraian Naskah Akademik dibuatnya suatu RUU.

Selanjutnya dari berbagai pokok pikiran dalam Naskah Akademik kemudian dituangkan dalam RUU menurut format yang standar sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 
b.    Partisipasi masyarakat pada tahap legislative.

Pada tahap legislatif terdapat enam bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan masyarakat dalam proses pembentukan UU. Bentuk partisipasi masyarakat pada tahap legislatif ini merupakan jumlah terbanyak bila dibandingkan dengan dua tahap lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika pembahasan RUU memasuki tahap legislatif di DPR, maka biasanya banyak masyarakat yang terusik kepentingannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada tahap legislatif ini banyak bentuk partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam proses pembentukan UU.
Adapun keenam bentuk partisipasi masyarakat tersebut adalah:
i.          audensi/ RDPU;
ii.         RUU alternatif;
iii.        masukan melalui media cetak;
iv.       masukan melalui media elektronik;
v.        unjuk rasa; dan
vi.       diskusi, lokakarya dan seminar.

Secara ringkas keenam bentuk partisipasi masyarakatpada tahap legislatif ini adalah sebagai berikut:
i.      Partisipasi masyarakat dalam bentuk audensi/RDPU di DPR
Partisipasi masyarakat dalam bentuk audensi/RDPU di DPR ini dapat dilakukan masyarakat baik atas permintaan langsung dari DPR (RDPU) maupun atas keinginan masyarakat sendiri (audensi). Apabila partisipasi masyarakat ini atas dasar permintaan dari DPR, maka partisipasi masyarakat disampaikan kepada yang meminta dilakukannya rapat dengar pendapat umum (RDPU). Akan tetapi untuk partisipasi masyarakat dalam bentuk audensi atas keinginan langsung dari masyarakat, maka masyarakat dapat memilih alat kelengkapan DPR yang diharapkan dapat menyalurkan aspirasi masyarakat, misalnya Panitia Verja, Komisi, Panitia Khusus, Fraksi dsb. Audensi/RDPU ini dapat dilakukan oleh masyarakat baik secara lisan, tertulis maupun gabungan antara lisan dan tertulis.

ii.     Partisipasi masyarakat dalam bentuk RUU alternatif
Partisipasi masyarakatdalam bentuk penyampaian RUU altematif ini dapat dilakukan oleh masyarakat dengan membuat RUU alternatif ketika RUU yang tengah dibahas di lembaga legislatif belum atau bahkan tidak aspiratif terhadap kepentingan masyarakat luas. Penyusunan RUU alternatif dilakukan dengan mengikuti format sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penyampaian RUU alternatif ini harus dilakukan pada tahap awal pembahasan RUU di lembaga legislatif, yaitu, bersamaan dengan dilakukannya pengajuan RUU kepada DPR baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun DPR sendiri. Sebab, jika penyampaian RUU alternatif baru diajukan pada pertengahan atau bahkan diakhir pembahasan suatu RUU, maka sasaran disampaikannya RUU alternatif tidak akan effektif dalam mempengaruhi pembahasan suatu RUU.

iii.    Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media cetak
Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media cetak ini dapat dilakukan oleh masyarakat dengan membuat opini terhadap suatu masalah yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Opini masyarakat ini dapat berupa artikel, jumpa pers, wawancara, pernyataan-pernyataan, maupun berupa tajuk-tajuk berita dari surat kabar dan majalah. Partisipasi masyarakatmelalui media cetak ini banyak dilakukan masyarakat, karena caranya yang relatif praktis bila dibandingkan dengan bentuk partisipasi masyarakat lainnya. Artinya pelaku partisipasi masyarakat tidak akan kehilangan banyak waktu untuk melakukannya. Akan tetapi, bentuk partisipasi masyarakat melalui media cetak ini, mempunyai sisi kelemahan yaitu opini yang disampaikan belum tentu sampai ke tangan yang berwenang membahas suatu RUU. Oleh karena itu selain disampaikan kepada media cetak sebaiknya materi dikirim juga ke DPR baik melalui pos maupun email sehingga langsung diterima oleh alat kelengkapan DPR yang tengah membahas suatu RUU.

iv.   Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media elektronik
Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media elektronik ini dapat dilakukan oleh masyarakat dengan membuat dialog dengan menghadirkan narasumber yang kompeten terhadap suatu masalah yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Dialog melalui media elektronik ini mempunyai jangkauan yang cepat luas dan dapat mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membahas persoalan yang menyangkut masyarakat luas. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam bentuk media elektronik ini perlu digalakkan dalam proses pembentukan UU sehingga akan menyadarkan masyarakat tentang hak dan kewajibannya yang akan diatur dalam UU.


v.    Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa
Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa ini dapat dilakukan masyarakat dalam rangka mendukung, menolak maupun menekan materi yang tengah dibahas dalam proses pembentukan UU. Unjuk rasa ini dapat dilakukan baik secara individual maupun kelompok masyarakat dengan jumlah yang besar. Akan tetapi, pengaruh dari unjuk rasa ini akan lebih berhasil dalam mempengaruhi lembaga legislatif jika dilakukan oleh masyarakat yang langsung berkepentingan, dengan jumlah yang besar dan dilakukan secara berkelanjutan. Unjuk rasa ini merupakan ungkapan kebebasan individu warga negara atas kepentingannya yang akan diatur dalam suatu UU. Jadi, unjuk rasa ini tidak dapat hanya dianggap sebagai angin lalu dalam proses pembentukan UU.

vi.   Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar
Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar ini dapat dilakukan masyarakat dalam rangka memperoleh kejelasan persoalan terhadap materi yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Karena diskusi, lokakarya dan seminar ini dilakukan ketika proses pembentukan UU tengah memasuki pembahasan dalam tahap legislatif, maka narasumber yang dihadirkan tidak hanya dari kalangan para ahli, akademisi, pakar maupun pengamat, tetapi sebaiknya mendatangkan juga politisi yang berkecimpung langsung dalam pembahasan suatu RUU. Dengan demikian, diskusi, lokakarya dan seminar, akan mendapatkan gambaran yang utuh terhadap persoalan yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif.


c.    Partisipasi marsyarakat pada tahap post legislative

Apabila dilihat secara selintas, tahap post legislatif ini tidak dapat dimasukkan dalam proses pembentukan UU. Akan tetapi, justru pada tahap post legislatif inilah produk suatu UU mempunyai makna dalam kehidupan riil masyarakat. Artinya, dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka suatu produk UU harus berpihak pada kepentingan rakyat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU pada tahap post legislative dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sbb:


i.      Unjuk rasa terhadap UU baru
Adanya UU baru dapat disikapi beraneka ragam oleh masyarakat, karena sangat mungkin dengan UU yang baru itu bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan masalah sosial baru dalam masyarakat. Sikap itu dapat berupa dukungan atau penolakan terhadap lahirnya UU baru yang diwujudkan dengan unjuk rasa. Akan tetapi, sayangnya, unjuk rasa terhadap UU baru itu lebih ditujukan untuk menolak UU dari pada mendukung munculnya UU baru. Padahal sebenarnya, unjuk rasa juga dapat dilakukan terhadap adanya UU baru yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Oleh karena itu, unjuk rasa ini merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU –khususnya unjuk rasa yang menolak – karena akan mendorong penyempurnaan atau penggantian dengan UU yang lebih baik.

ii.     Tuntutan pengujian terhadap UU
Suatu UU yang telah diproduk oleh lembaga legislatif dan telah disahkan oleh Presiden serta dimuat dalam lembaran negara mempunyai kekuatan mengikat dan sah berlaku di masyarakat. Meskipun demikian, dalam suatu negara demokrasi – termasuk di Indonesia – rakyat mempunyai keleluasaan untuk menanggapinya. Bagi masyarakat yang belum atau tidak puas dengan lahirnya UU dapat melakukan permohonan uji materiil terhadap UU tersebut. Sebab, konsepsi Negara Demokrasi tidak dapat dilepaskan dari prinsip Negara Hukum dengan konstitusi sebagai hukum dasar yang tertinggi dalam Negara. Oleh karena itu, adanya uji materiil terhadap Undang-Undang adalah dimaksudkan dalam rangka menjaga tegaknya konstitusi dari penyalahgunaan kekuasaan dari organ pembuat UU. Sebab, UU dibuat oleh lembaga legislatif yang merupakan lembaga politik dan oleh karena itu tak dapat dielakkan dapat sarat dengan kepentingan politik di dalamnya. Jadi, tuntutan uji material terhadap UU adalah hak masyarakatyang harus tetap dijamin dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU.

iii.    Sosialisasi UU
Dalam rangka menyebarkan produk UU yang baru dikeluarkan oleh lembaga legislatif, maka masyarakat dapat berpartisipasi melakukan berbagai kegiatan berkaitan dengan lahirnya UU baru. Bentuk-bentuk kegiatan ini dapat berupa penyuluhan, seminar, lokakarya,  diskusi dsb. Dengan cara demikian, maka keberadaan suatu UU tidak hanya diketahui oleh kalangan elit yang berkecimpung langsung dalam proses pembentukan UU, tetapi akan cepat dikenal luas oleh masyarakat. Jadi, sosialisasi UU kepada masyarakat luas merupakan juga sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU.


[1] *toIufrina Rizal, Tindak .-. Ioc. cit