Friday, December 23, 2011

PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG – RUU DARI DPR

Sejalan dengan pemindahan kekuasaan untuk membentuk undang-undang dan berdasarkan ketentuan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dibentuk Undang -Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 meliputi kegiatan:
a.    perencanaan,
b.    penyusunan,
c.    pembahasan,
d.    pengesahan, dan
e.    pengundangan.

Berikut ini adalah proses pembentukan RUU yang berasal dari DPR.

1.    TAHAP PERENCANAAN

Dari perspektif perencanaan, pembentukan undang-undang dimulai dari penyusunan Program Legislasi Nasional.

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan salah satu instrument penting dalam kerangka pembangunan hukum, khususnya dalam konteks pembentukan materi hukum. Prolegnas terdiri atas Prolegnas jangka menengah (5 tahunan) dan Prolegnas Prioritas Tahunan. Prolegnas Prioritas Tahunan memuat daftar judul RUU yang akan disusun dan dibahas dalam tahun berjalan. Penyusunan Prolegnas prioritas tahunan dilakukan dengan menyusun daftar judul RUU untuk pembahasan satu tahun, yang berasal dari Prolegnas jangka menengah.

1.1.    Proses Penyusunan Prolegnas

Dalam proses penyusunan Prolegnas, penentuan arah kebijakan dan penyusunan daftar judul dilakukan pemerintah mapun di DPR RI secara terpisah. Masing-masing, baik pemerintah maupun DPR, menggalang masukan dari berbagai pihak. Pemerintah meminta dan menerima masukan dari setiap kementerian dan non-kementerian yang ada di lingkungan pemerintahan. Sedangkan DPR menggalang masukan dari anggota DPR, fraksi, komisi, DPD dan masyarakat.

Dalam menyusun Prolegnas di lingkungan DPR,    Badan Legislasi meminta usulan dari fraksi, komisi, atau DPD paling lambat 1 (satu) masa sidang sebelum dilakukan penyusunan Prolegnas. Usulan tersebut disampaikan oleh fraksi, komisi, atau DPD paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja dalam masa sidang sebelum dilakukan penyusunan Prolegnas.

Penyampaian usulan:
  • Usulan dari fraksi atau komisi disampaikan oleh pimpinan fraksi atau pimpinan komisi kepada pimpinan Badan Legislasi.
  • Usulan dari DPD disampaikan oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan oleh pimpinan DPR disampaikan kepada Badan Legislasi.
  • Usulan dari masyarakat disampaikan kepada pimpinan Badan Legislasi.
Setelah judul RUU tersebut diinventarisasi oleh Sekretariat Badan Legislasi, selanjutnya Badan Legislasi membahas dan menetapkannya sebagai daftar prolegnas dari DPR.

Tahapan selanjutnya adalah koordinasi dan pembahasan daftar Prolegnas dengan Pemerintah. Daftar Prolegnas  dari   DPR  dan   Daftar Prolegnas  dari   Pemerintah   kemudian    menjadi  objek diskusi antara DPR dan Pemerintah untuk mendapat persetujuan bersama. Setelah disepakati oleh DPR dan Pemerintah, Prolegnas kemudian dilaporkan oleh Badan Legislasi dalam rapat paripurna untuk ditetapkan.

1.2.    Keputusan Prolegnas

Daftar judul RUU yang ada dalam Prolegnas yang merupakan hasil dari pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR kemudian ditetapkan di Rapat Paripurna DPR untuk kemudian dimuat dalam keputusan  DPR RI.

1.3.    Pengajuan RUU diluar Prolegnas

Dalam keadaan tertentu, pemrakarsa RUU (baik itu Pemerintah atau DPR) dapat mengajukan RUU dari luar daftar Prolegnas.
Rancangan undang-undang (yang diajukan di luar Prolegnas) terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi dan selanjutnya Badan Legislasi melakukan koordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan persetujuan bersama, dan hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan.


2.    TAHAP PENYUSUNAN (Penyusunan RUU yang berasal dari DPR)


1.1.    Penyiapan dan Pengajuan RUU

Anggota DPR, komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, dan DPD dapat mengajukan RUU sebagai usul inisiatif.

a.        RUU dari Anggota
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota dapat diajukan oleh hanya 1 (satu) orang anggota atau lebih. Rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, dapat didukung oleh anggota lain, dengan membubuhkan tanda tangan.

b.        RUU dari Komisi, Gabungan Komisi, dan Badan Legislasi
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi ditetapkan terlebih dahulu dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat Badan Legislasi.

Dalam penyusunan rancangan undang-undang, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi dapat membentuk panitia kerja yang keanggotaannya ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya dengan sedapat mungkin didasarkan pada perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Panitia kerja  yang ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR tersebut paling banyak berjumlah separuh dari jumlah anggota alat kelengkapan yang bersangkutan.

c.        RUU dari DPD
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD merupakan RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Dalam mengajukan rancangan undang-undang, Pimpinan DPD menyampaikan RUU kepada pimpinan DPR disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik. Kemudian, pimpinan DPR menyampaikan usul rancangan undang-undang tersebut kepada Badan Legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang.

Rancangan undang-undang yang disusun oleh Anggota, komisi, gabungan komisi, DPD, dan Badan Legislasi harus berdasarkan Prolegnas prioritas tahunan. Anggota, komisi, gabungan komisi, DPD, dan Badan Legislasi dalam mempersiapkan rancangan undang-undang terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang.

Dalam penyusunan rancangan undang-undang, anggota, komisi, gabungan komisi, DPD, atau Badan Legislasi dapat meminta masukan dari masyarakat sebagai bahan bagi panitia kerja untuk menyempurnakan konsepsi rancangan undang-undang.

1.2.    Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang

RUU yang telah disusun oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum diajukan ke Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR, terlebih dahulu dilakukan Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang oleh Badan Legislasi.

a.    Ruang Lingkup
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang dilakukan meliputi aspek:
·         teknis;
·         substansi; dan
·         asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

b.    Jangka Waktu
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari masa sidang  sejak rancangan undang-undang diterima Badan Legislasi.

c.    Perlu Perumusan Ulang
Apabila dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang memerlukan perumusan ulang, perumusan dilakukan oleh Badan Legislasi bersama dengan unsur pengusul dalam panitia kerja gabungan, yang penyelesaiannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) kali dalam masa sidang. Pengambilan keputusan terhadap hasil perumusan ulang rancangan undang-undang dilakukan dalam Rapat Badan Legislasi. Pada setiap lembar naskah rancangan undang-undang yang telah dirumuskan ulang tersebut dibubuhkan paraf pimpinan Badan Legislasi dan satu orang yang mewakili pengusul.

Rancangan undang-undang yang telah dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi, dikembalikan kepada pengusul. Kemudian pengusul mengajukan RUU tersebut kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya disampaikan dalam rapat paripurna. Pengajuan RUU tersebut dilengkapi keterangan pengusul dan/atau naskah akademik.

Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Badan Legislasi dianggap telah dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang.

1.3.    Penyempurnaan rancangan undang-undang

Rancangan undang-undang yang telah dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi, selanjutnya disampaikan dalam rapat paripurna untuk diputuskan menjadi rancangan undang-undang dari DPR.

Selanjutnya, rapat paripuna mengambil keputusan berupa:
a.   persetujuan tanpa perubahan;
b.   persetujuan dengan perubahan; atau
c.   penolakan.

Dalam hal pendapat fraksi menyatakan persetujuan tanpa perubahan, rancangan undang-undang langsung disampaikan kepada Presiden, dengan permintaan agar Presiden menunjuk menteri yang akan mewakili Presiden untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang tersebut bersama DPR.

Dalam hal fraksi menyatakan persetujuan dengan perubahan, dilakukan penyempurnaan rumusan rancangan undang-undang.

Komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus melakukan penyempurnaan rancangan undang-undang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari masa sidang.

Apabila jangka waktu tidak dapat dipenuhi, Badan Musyawarah dapat memperpanjang waktu penyempurnaan rancangan undang-undang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) hari masa sidang.

Apabila setelah perpanjangan waktu penyempurnaan rancangan undang-undang yang belum selesai, rancangan undang-undang hasil keputusan rapat paripurna dianggap telah disempurnakan dan selanjutnya dikirimkan kepada Presiden.

Komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus menyampaikan rancangan undang-undang hasil penyempurnaan dengan surat kepada pimpinan DPR.
Rancangan undang-undang hasil penyempurnaan disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang tersebut dengan komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus.

Paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya surat tentang penyampaian rancangan undang-undang dari DPR Presiden menunjuk menteri yang ditugasi mewakili Presiden untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.

Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja Presiden belum menunjuk menteri  untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR, pimpinan DPR melaporkan dalam rapat paripurna untuk menentukan tindak lanjut.


3.    TAHAP PEMBAHASAN
Setelah RUU tersebut telah diharmonisasikan, diselesaikan, dan dikonsolidasikan oleh Dewan Perundang-undangan (untuk RUU DPR) atau setelah RUU telah disetujui oleh

Presiden untuk disampaikan ke DPR (untuk RUU Pemerintah), RUU berjalan ke tingkat musyawarah.

Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan:
  • PEMBICARAAN TINGKAT I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat  panitia khusus, atau rapat Badan Anggaran bersama dengan menteri yang mewakili Presiden.
  • PEMBICARAAN TINGKAT II dalam rapat paripurna.

3.1.    Pembicaraaan Tingkat I
Pembahasan dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat  panitia khusus, atau rapat Badan Anggaran bersama dengan menteri yang mewakili Presiden.
DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) kali masa sidang  dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) kali masa sidang.

Agenda Pembicaraan Tingkat I adalah sebagai berikut:
1)    pengantar musyawarah;
2)    pembahasan daftar inventarisasi masalah;
3)    penyampaian pendapat mini  sebagai sikap akhir; dan
4)    pengambilan keputusan

Dalam pengantar musyawarah:
  1. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR;
  2. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR yang berkaitan dengan kewenangan DPD;
  3. Presiden memberikan penjelasan dan  fraksi memberikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden; atau
  4. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden yang berkaitan dengan kewenangan DPD.
  5. Dalam hal DPD tidak memberikan pandangan dan pendapat dalam pengantar musyawarah, Pembicaraan Tingkat I tetap dilaksanakan.

Daftar inventarisasi masalah diajukan oleh:
  1. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR; atau
  2. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden.

Penyampaian pendapat mini disampaikan pada akhir Pembicaraan Tingkat I oleh:
  1. fraksi;
  2. DPD, apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD; dan
  3. Presiden.

Pengambilan keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat I, dilakukan dengan acara:
1)    pengantar pimpinan komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, panitia khusus, atau Badan Anggaran;
2)    laporan panita kerja;
3)    pembacaan naskah RUU;
4)    pendapat akhir mini sebagai sikap akhir;
5)    penandatanganan naskah RUU; dan
6)    pengambilan keputusan  untuk melanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II.


3.2.    Pembicaraaan Tingkat II

Hasil Pembicaraan Tingkat I atas pembahasan rancangan undang-undang yang dilakukan oleh komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi, panitia khusus, atau Badan  Anggaran dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II untuk mengambil keputusan dalam rapat paripurna yang didahului oleh:
  1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
  2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
  3. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.

Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Dalam hal rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden yang diwakili oleh menteri, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.


4.    TAHAP PENGESAHAN
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Penyampaian Rancangan Undang-Undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Rancangan Undang-Undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.

Dalam hal Rancangan Undang-undang tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.


5.    TAHAP PENGUNDANGAN

Pengundangan adalah penempatan undang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dan penjelasan undang-undang dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pengundangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

3 comments:

Unknown said...

Penjelasannya sangat rinci. makasi yah. mohon izin untuk share di blog saya. blog saya yaitu
dimensi ilmu

youngki said...

Terimakasih artikelnya sangat membantu :)

Unknown said...

Makasih atas share materinya tentang proses RUU