Proses pembentukan UU pada dasarnya dapat dibagi dalam
tiga tahap yaitu: tahap ante legislgtive,
tahap legislative dan tahap post legislative[1]. Dalam
tiga tahap tersebut, pada dasarnya nnasyarakat dapat berpartisipasi memberikan
masukannya sesuai dengan keinginannya. Masyarakat dapat berpartisipasi pada seluruh
tahapan proses pembentukan UU maupun memilih salah satu tahapan saja. Akan
tetapi, bentuk partisipasi masyarakat ini berbeda – meskipun ada pula yang sama
– antara satu tahapan dengan tahapan yang lain. Artinya, bentuk partisipasi
masyarakat pada tahap sebelum legislatif tentu berbeda dengan bentuk
partisipasi masyarakat pada tahap Iegislatif maupun tahap setelah legislative.
Jadi, bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU disesuaikan
dengan tahap-tahap yang tengah dilakukannya.
a. Partisipasi
masyarakat pada tahap ante legislative
Pada
tahap ante legislative terdapat empat bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan
dalam proses penrbentukan UU, yaitu: i. penelitian ii. diskusi, lokakarya dan
seminar, iii. pengajuan usul inisiatif; dan iv. perancangan. Secara ringkas
berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU pada tahap
ante legislatif ini adalah sbb:
i.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk
penelitian
Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian
ini dapat dilakukan masyarakat ketika melihat adanya suatu persoalan dalam
tatanan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang perlu diteliti dan
dikaji secara mendalam dan memerlukan penyelesaian pengaturan dalam suatu UU. Penetitian
ini dapat dilakukan secara mandiri maupun kerjasama dengan suatu instansi
pemerintahan yang menangani bidang tersebut. Hasil dari penelitian dituangkan
dalam format laporan penelitian sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam
proses lebih lanjut pembentukan UU.
ii.
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk diskusi, Iokakarya dan seminar
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar pada tahap ante
legislatif ini dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian terhadap
suatu obyek yang akan diatur dalam UU. Diskusi, lokakarya dan seminar ini akan
memberikan sumbangan yang penting dalam pengkajian terhadap persoalan materi
muatan suatu RUU karena dilakukan oleh para akademisi, pengamat, dan pakar di bidangnya
masing-masing. Oleh karena itu wacana yang dihasilkan dari suatu diskusi, lokakarya
dan seminar akan lebih utuh dan komprehensif dalam melihat suatu persoalan yang
akan dimuat dalam RUU. Jadi, diskusi, lokakarya dan seminar akan memperkaya
wawasan terhadap materi yang akan dituangkan dalam RUU sehingga akan sangat
membantu dalam proses penuangan dalam naskah akademik maupun RUUnya.
iii.
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk pengajuan usul inisiatif
Pengajuan
usul inisiatif untuk dibuatnya suatu UU dapat dilakukan masyarakat dengan atau
tanpa melalui penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar terlebih dahulu. Akan
tetapi, usul inisiatif ini tentu akan lebih kuat jika didahului dengan
penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar terhadap suatu masalah yang akan
diatur dalam suatu UU. Pengajuan usul inisiatif dari masyarakat dapat diajukan
melalui tiga jalur pilihan yaitu: Presiden DPR dan DPD (untuk RUU tertentu).
Agar usul inisiatif ini dipertimbangkan dan lebih mudah diterima maka usul
inisiatif masyarakat untuk dibuatnya suatu UU harus disesuaikan dengan program
legislatif nasional yang telah ditentukan oleh Badan Legislasi di DPR.
iv.
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu RUU
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu UU dapat dilakukan
masyarakat sebagai wujud partisipasi masyarakat yang terakhir dalam tahap ante
legislatif. Artinya, setelah melakukan penelitian, pengusulan usul inisiatif
maka pada gilirannya masyarakat dapat menuangkan hasil penelitian dalam RUU. Di
dalam RUU sebaiknya didahului dengan uraian Naskah Akademik dibuatnya suatu RUU.
Selanjutnya dari berbagai pokok pikiran dalam Naskah
Akademik kemudian dituangkan dalam RUU menurut format yang standar sebagaimana
diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
b. Partisipasi masyarakat pada tahap legislative.
Pada tahap legislatif terdapat enam bentuk partisipasi
masyarakat yang dapat dilakukan masyarakat dalam proses pembentukan UU. Bentuk
partisipasi masyarakat pada tahap legislatif ini merupakan jumlah terbanyak
bila dibandingkan dengan dua tahap lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
ketika pembahasan RUU memasuki tahap legislatif di DPR, maka biasanya banyak masyarakat
yang terusik kepentingannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada
tahap legislatif ini banyak bentuk partisipasi masyarakat yang dilakukan dalam
proses pembentukan UU.
Adapun keenam bentuk partisipasi masyarakat tersebut
adalah:
i.
audensi/
RDPU;
ii.
RUU alternatif;
iii.
masukan melalui media cetak;
iv.
masukan melalui
media elektronik;
v.
unjuk
rasa; dan
vi.
diskusi, lokakarya dan seminar.
Secara ringkas keenam bentuk partisipasi masyarakatpada tahap
legislatif ini adalah sebagai berikut:
i. Partisipasi masyarakat dalam bentuk audensi/RDPU di DPR
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk audensi/RDPU di DPR ini dapat dilakukan masyarakat baik
atas permintaan langsung dari DPR (RDPU) maupun atas keinginan masyarakat
sendiri (audensi). Apabila partisipasi masyarakat ini atas dasar permintaan
dari DPR, maka partisipasi masyarakat disampaikan kepada yang meminta dilakukannya
rapat dengar pendapat umum (RDPU). Akan tetapi untuk partisipasi masyarakat
dalam bentuk audensi atas keinginan langsung dari masyarakat, maka masyarakat
dapat memilih alat kelengkapan DPR yang diharapkan dapat menyalurkan aspirasi
masyarakat, misalnya Panitia Verja, Komisi, Panitia Khusus, Fraksi dsb. Audensi/RDPU
ini dapat dilakukan oleh masyarakat baik secara lisan, tertulis maupun gabungan
antara lisan dan tertulis.
ii. Partisipasi masyarakat dalam bentuk RUU alternatif
Partisipasi
masyarakatdalam bentuk penyampaian RUU altematif ini dapat dilakukan oleh
masyarakat dengan membuat RUU alternatif ketika RUU yang tengah dibahas di
lembaga legislatif belum atau bahkan tidak aspiratif terhadap kepentingan masyarakat
luas. Penyusunan RUU alternatif dilakukan dengan mengikuti format sebagaimana
diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penyampaian RUU alternatif ini harus dilakukan pada tahap awal pembahasan RUU
di lembaga legislatif, yaitu, bersamaan dengan dilakukannya pengajuan RUU
kepada DPR baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun DPR sendiri. Sebab, jika
penyampaian RUU alternatif baru diajukan pada pertengahan atau bahkan diakhir
pembahasan suatu RUU, maka sasaran disampaikannya RUU alternatif tidak akan
effektif dalam mempengaruhi pembahasan suatu RUU.
iii. Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media
cetak
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk masukan melalui media cetak ini dapat dilakukan oleh
masyarakat dengan membuat opini terhadap suatu masalah yang tengah dibahas
dalam lembaga legislatif. Opini masyarakat ini dapat berupa artikel, jumpa
pers, wawancara, pernyataan-pernyataan, maupun berupa tajuk-tajuk berita dari
surat kabar dan majalah. Partisipasi masyarakatmelalui media cetak ini banyak dilakukan
masyarakat, karena caranya yang relatif praktis bila dibandingkan dengan bentuk
partisipasi masyarakat lainnya. Artinya pelaku partisipasi masyarakat tidak akan
kehilangan banyak waktu untuk melakukannya. Akan tetapi, bentuk partisipasi masyarakat
melalui media cetak ini, mempunyai sisi kelemahan yaitu opini yang disampaikan
belum tentu sampai ke tangan yang berwenang membahas suatu RUU. Oleh karena itu
selain disampaikan kepada media cetak sebaiknya materi dikirim juga ke DPR baik
melalui pos maupun email sehingga langsung diterima oleh alat kelengkapan DPR
yang tengah membahas suatu RUU.
iv. Partisipasi masyarakat dalam bentuk masukan melalui media
elektronik
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk masukan melalui media elektronik ini dapat dilakukan
oleh masyarakat dengan membuat dialog dengan menghadirkan narasumber yang
kompeten terhadap suatu masalah yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif.
Dialog melalui media elektronik ini mempunyai jangkauan yang cepat luas dan
dapat mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membahas persoalan
yang menyangkut masyarakat luas. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam
bentuk media elektronik ini perlu digalakkan dalam proses pembentukan UU
sehingga akan menyadarkan masyarakat tentang hak dan kewajibannya yang akan
diatur dalam UU.
v. Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk unjuk rasa ini dapat dilakukan masyarakat dalam rangka
mendukung, menolak maupun menekan materi yang tengah dibahas dalam proses pembentukan
UU. Unjuk rasa ini dapat dilakukan baik secara individual maupun kelompok
masyarakat dengan jumlah yang besar. Akan tetapi, pengaruh dari unjuk rasa ini
akan lebih berhasil dalam mempengaruhi lembaga legislatif jika dilakukan oleh
masyarakat yang langsung berkepentingan, dengan jumlah yang besar dan dilakukan
secara berkelanjutan. Unjuk rasa ini merupakan ungkapan kebebasan individu warga
negara atas kepentingannya yang akan diatur dalam suatu UU. Jadi, unjuk rasa
ini tidak dapat hanya dianggap sebagai angin lalu dalam proses pembentukan UU.
vi. Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya
dan seminar
Partisipasi
masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar ini dapat dilakukan
masyarakat dalam rangka memperoleh kejelasan persoalan terhadap materi yang
tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Karena diskusi, lokakarya dan seminar ini
dilakukan ketika proses pembentukan UU tengah memasuki pembahasan dalam tahap
legislatif, maka narasumber yang dihadirkan tidak hanya dari kalangan para
ahli, akademisi, pakar maupun pengamat, tetapi sebaiknya mendatangkan juga
politisi yang berkecimpung langsung dalam pembahasan suatu RUU. Dengan
demikian, diskusi, lokakarya dan seminar, akan mendapatkan gambaran yang utuh
terhadap persoalan yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif.
c. Partisipasi marsyarakat pada tahap post legislative
Apabila dilihat secara selintas, tahap post legislatif
ini tidak dapat dimasukkan dalam proses pembentukan UU. Akan tetapi, justru
pada tahap post legislatif inilah produk suatu UU mempunyai makna dalam
kehidupan riil masyarakat. Artinya, dalam suatu negara yang menganut sistem
demokrasi, maka suatu produk UU harus berpihak pada kepentingan rakyat. Oleh
karena itu, partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU pada tahap post legislative dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk sbb:
i. Unjuk rasa terhadap UU baru
Adanya UU
baru dapat disikapi beraneka ragam oleh masyarakat, karena sangat mungkin
dengan UU yang baru itu bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan
masalah sosial baru dalam masyarakat. Sikap itu dapat berupa dukungan atau penolakan
terhadap lahirnya UU baru yang diwujudkan dengan unjuk rasa. Akan tetapi, sayangnya,
unjuk rasa terhadap UU baru itu lebih ditujukan untuk menolak UU dari pada
mendukung munculnya UU baru. Padahal sebenarnya, unjuk rasa juga dapat dilakukan
terhadap adanya UU baru yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Oleh karena
itu, unjuk rasa ini merupakan suatu bentuk partisipasi masyarakat dalam proses
pembentukan UU –khususnya unjuk rasa yang menolak – karena akan mendorong
penyempurnaan atau penggantian dengan UU yang lebih baik.
ii. Tuntutan pengujian terhadap UU
Suatu UU
yang telah diproduk oleh lembaga legislatif dan telah disahkan oleh Presiden
serta dimuat dalam lembaran negara mempunyai kekuatan mengikat dan sah berlaku
di masyarakat. Meskipun demikian, dalam suatu negara demokrasi – termasuk di
Indonesia – rakyat mempunyai keleluasaan untuk menanggapinya. Bagi masyarakat yang
belum atau tidak puas dengan lahirnya UU dapat melakukan permohonan uji
materiil terhadap UU tersebut. Sebab, konsepsi Negara Demokrasi tidak dapat
dilepaskan dari prinsip Negara Hukum dengan konstitusi sebagai hukum dasar yang
tertinggi dalam Negara. Oleh karena itu, adanya uji materiil terhadap Undang-Undang
adalah dimaksudkan dalam rangka menjaga tegaknya konstitusi dari penyalahgunaan
kekuasaan dari organ pembuat UU. Sebab, UU dibuat oleh lembaga legislatif yang merupakan
lembaga politik dan oleh karena itu tak dapat dielakkan dapat sarat dengan kepentingan
politik di dalamnya. Jadi, tuntutan uji material terhadap UU adalah hak masyarakatyang
harus tetap dijamin dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat dalam proses
pembentukan UU.
iii. Sosialisasi UU
Dalam
rangka menyebarkan produk UU yang baru dikeluarkan oleh lembaga legislatif,
maka masyarakat dapat berpartisipasi melakukan berbagai kegiatan berkaitan
dengan lahirnya UU baru. Bentuk-bentuk kegiatan ini dapat berupa penyuluhan,
seminar, lokakarya, diskusi dsb. Dengan
cara demikian, maka keberadaan suatu UU tidak hanya diketahui oleh kalangan
elit yang berkecimpung langsung dalam proses pembentukan UU, tetapi akan cepat
dikenal luas oleh masyarakat. Jadi, sosialisasi UU kepada masyarakat luas merupakan
juga sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU.